Hingga akhir Juni 2024, belum ada keputusan resmi dari pemerintah terkait penyesuaian tarif listrik untuk 13 golongan pelanggan non subsidi. Biasanya, penyesuaian tarif dilakukan setiap tiga bulan, namun situasinya kali ini berbeda.
Tekanan dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan harga minyak dunia menjadi faktor utama yang membuat keputusan tarif listrik kali ini penuh pertimbangan. Fluktuasi nilai tukar rupiah dapat mempermahal biaya impor komponen pembangkit listrik, sedangkan kenaikan harga minyak dunia meningkatkan biaya pembelian bahan bakar.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah masih memantau situasi sebelum mengambil keputusan. “Nanti kita monitor dulu,” ujarnya, seperti dikutip dari CNBC Indonesia.
Meskipun begitu, Airlangga tidak menutup kemungkinan adanya kenaikan tarif. “Ya, kita lihat. Tapi nanti segera kita rapatkan,” tambahnya.
Pernyataan ini memicu spekulasi dan kekhawatiran di masyarakat. Kenaikan tarif dikhawatirkan akan menambah beban pengeluaran rumah tangga, terutama bagi keluarga prasejahtera.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P. Hutajulu sebelumnya menyatakan bahwa pengumuman tarif listrik Juli 2024 akan dilakukan pada akhir Juni 2024.
Masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan menunggu pengumuman resmi dari Kementerian ESDM. Pengumuman ini diperkirakan akan dirilis dalam waktu dekat.
Polemik Tarif Listrik: Antara Kebutuhan dan Kemampuan Masyarakat
Di tengah situasi ini, muncul perdebatan tentang bagaimana menyeimbangkan kebutuhan PLN untuk menutupi biaya operasional dengan kemampuan masyarakat untuk menanggung beban tarif.
Berbagai organisasi masyarakat sipil dan pengamat ekonomi mendesak pemerintah untuk bersikap transparan dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk daya beli masyarakat, kondisi ekonomi makro, dan dampak sosial dari kenaikan tarif.