Kurangi Emisi Karbon, PLTU Suralaya Jadikan Sampah Bahan Bakar Campuran Batubara
2 November 2021
Cilegon - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya menggunakan sampah dari
2 November 2021
Cilegon - Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya menggunakan sampah dari
Cilegon – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya menggunakan sampah dari tempat pembuangan sampah akhir (TPSA) Bagendung, Cilegon sebagai bahan bakar campuran batubara. Langkah ini disebut sebagai upaya untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari batubara.
Pemerintah menggadang-gadang pengurangan emisi karbon, Indonesia diketahui masuk dalam 10 besar penghasil gas rumah kaca dari sitem kelistrikan. Untuk melangkah ke energi baru terbarukan (EBT) langkah awal yang diambil pemerintah adalah menerapkan sistem campuran bahan bakar batubara atau co-firing untuk pembangkit listrik.
“Di dalam aturan ESDM ini kalau Suralaya PLTU itu yang menggunakan batubara, menggunakan biomasa dari sampah atau kayu itu tidak termasuk fosil, dia diperhitungkan sebagai EBT (energi baru terbarukan),” ujar Direktur Utama PT Indonesia Power, Ahsin Sidqi kepada wartawan di Cilegon, Selasa (2/11/2021).
Hasil pembakaran sampah baik sampah rumah tangga atau serbuk kayu dihitung sebagai karbon kredit.
“Jadi ini sangat menguntungkan bagi kami dengan mesin yang ada, kita bisa membuat EBT untuk membantu pak presiden pada 2025, 23 persen (EBT),” kata Ahsin.
PT Indonesia Power menjadikan TPSA Bagendung sebagai pilot project yang dikerja samakan dengan Pemkot Cilegon. Nantinya, sampah yang sudah melalui proses pencacahan dibeli oleh PLTU Suralaya.
Kategori sampah yang dapat dicampur dengan batubara untuk menjadi bahan bakar penghasil energi listrik ini mulanya dipisahkan dari kandungan logam, besi, dan sejenisnya.
Hasil pemisahan sampah lalu dikeringkan kemudian masuk proses penggilingan. Sampah itu digiling dan hasilnya menyerupai serbuk hitam yang dinamakan bahan bakar jumputan padat.
“Suralaya saja kita membutuhkan 12 juta ton batubara, saya kira satu hari minimal 400 ton kita butuh ini, satu hari 400 ton kita butuh semacam ini, sekarang kan masih sedikit, tapi kita tingkatkan skalanya sehingga nanti kolaborasi yang saling menguntungkan, kotanya bersih, energinya hijau, kemudian masyarakat sejahtera dan sehat,” tuturnya.
Co-firing dikatakan bisa mengurangi CO2 dan tak terjadi efek gas rumah kaca dari hasil pembakaran. Sehingga, sistem ini bisa disebut sebagai EBT.
Sementara itu, Wali Kota Cilegon Helldy Agustian mengatakan, pengelolaan sampah di Cilegon diakui masih minim. Pihaknya menargetkan Cilegon nol sampah terlebih pengelolaannya kini dikerjasamakan dengan PLTU Suralaya.
“Mudah-mudahan kerjasama ini terus berkelanjutan demi mengurangi atau zero sampah di Kota Cilegon,” lanjutnya.
(qbl/red)
Banten – Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Latihan Kerja (BLK) Banten menjadi tonggak utama
Baca Selengkapnya
Cilegon – The Royale Krakatau Hotel berupaya memperkuat posisinya sebagai hotel bintang empat terkemuka di
Baca Selengkapnya
Serang — Panasonic Holdings Corp., raksasa elektronik asal Jepang, mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK)
Baca Selengkapnya
Cilegon – Sebagai wujud komitmen terhadap pemberdayaan masyarakat sekaligus pengembangan generasi muda yang kompeten di
Baca Selengkapnya
Jakarta – Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) mengeluarkan instruksi kepada seluruh Badan
Baca Selengkapnya
Serang – Elon Musk, sosok eksentrik di balik gebrakan Tesla dan roket SpaceX, sekali lagi
Baca Selengkapnya
Cilegon – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dan Group bersama PT Krakatau Posco dan perusahaan
Baca Selengkapnya
Cilegon – Ketua Ketua Komisi II DPRD Cilegon, Fauzi Desviandy mengapresiasi PT Indo Raya Tenaga
Baca Selengkapnya
Cilegon – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk bersama Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) pada Senin,
Baca Selengkapnya
Jakarta – Perkembangan industri baja nasional menjadi perhatian bagi DPR RI Komisi VI saat melaksanakan
Baca Selengkapnya