Cilegon – DPRD Cilegon telah menginisiasi dan mengetuk palu Peraturan Daerah tentang Pondok Pesantren dan Madrasah. Lembaga pendidikan swasta ini dinilai punya hak untuk mendapat perhatian dari pemerintah daerah.
Wakil Ketua DPRD Cilegon, Nurrotul Uyun mengatakan, kewenangan pondok pesantren dan madrasah memang berada di bawah Kementerian Agama. Namun, bukan berarti pemerintah daerah tidak bisa memberi perhatian ke dua lembaga pendidikan non formal tersebut.
“Jadi memang madrasah itu kan berada di kewenangan Kementerian Agama, tapi bukan berarti pemerintah daerah Kota Cilegon tidak bisa memberikan perhatian kepada sekolah-sekolah itu,” kata politisi PKS tersebut, Senin (5/8/2024).
Cilegon oleh masyarakatnya dikenal sebagai kota santri, sebutan ini berakar dari banyaknya lembaga pondok pesantren yang ada di kota yang saat ini banyak industri padat modal berdiri. Madrasah dan pondok pesantren, menurut Uyun sudah menjadi bagian dari perjalanan Kota Cilegon.
“Kita tahu karakteristik masyarakat Cilegon itu lahir dengan ikon kota santri, maka madrasah-madrasah itu sudah hadir sejak dulu kala, pesantren-pesantren juga sudah hadir di tengah-tengah kita,” katanya.
Uyun mengatakan, Perda Pondok Pesantren dan Madrasah sudah diketuk palu. Dengan adanya Perda tersebut, DPRD Cilegon ingin lembaga pendidikan tradisional itu punya hak yang sama untuk mendapat perhatian dari Pemkot Cilegon.
“Nah, dengan adanya Perda ini kita ingin menegaskan kepada pemerintah kota Cilegon bahwa lembaga-lembaga itu berhak untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah,” tuturnya.
Kebijakan yang dibuat tersebut, lanjutnya tujuannya tak lain adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Cilegon melalui pondok pesantren dan madrasah.
“Maka kebijakan yang dibuat adalah bagaimana kalau itu menjadi bagian yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan termasuk salah satunya adalah pondok pesantren dan madrasah,” katanya.
Upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah adalah memberikan porsi untuk pondok pesantren dan madrasah dalam perencanaan dan pembangunan daerah yang tertuang dalam rencana program daerah.
“Maka perencanaan dan pembangunan juga harus memberikan porsi kepada lembaga-lembaga ini agar lembaga ini juga bisa kemudian dapat menjalankan organisasinya secara baik, kemudian juga ada sinergi yang dibangun, optimalisasi bisa dilakukan melalui berkomunikasi dengan industri, berkomunikasi dengan pihak-pihak swasta, sehingga semua merasa dilibatkan dan bertanggung jawab atas implementasi atau realisasi dari peraturan daerah yang benar-benar ingin dihadirkan untuk masyarakat kota Cilegon,” terangnya.
Lembaga eksekutif sebagai pengambil kebijakan, lanjutnya bisa melakukan improvisasi agar kedua lembaga non formal itu dapat perhatian lebih. Pemerintah bisa mengajak semua elemen untuk membangun Kota Cilegon melalui pondok pesantren dan madrasah.
“Jelas, kewenangan besar ada di Pemkot Cilegon, ketika ada Perda itu porsi terbesar ada di Kota Cilegon, tapi kemudian Pemkot juga harus berimprovisasi, berinovasi mengajak semua elemen yang ada untuk bersama-sama membangun Kota Cilegon,” ujarnya.
(adv)