IMG-20241018-WA0001
Bagikan

Tangsel – Polisi menangkap dua mahasiswa Universitas Pamulang (Unpam), Tangerang Selatan, atas insiden kericuhan di kampus Unpam. Dua anggota Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum Unpam telah ditahan oleh Polres Tangsel.

Dua mahasiswa itu ditangkap imbas kericuhan antar mahasiswa yang terjadi 7 September 2024. Kasusnya bermula saat masa Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Unpam melakukan mimbar bebas di halaman kampus.

Orasi mimbar bebas tersebut berujung ricuh dengan antara KBM Unpam dam Hima Fakultas. Kericuhan itu coba dilerai oleh Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum (Hima FH), namun berujung pada pemukulan anggota KBM oleh mahasiswa fakultas teknik.

KBM Unpam kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polres Tangsel. Polisi kemudian menangkap dua mahasiswa Fakultas Hukum lantaran diduga terlibat dalam insiden tersebut.

Baca juga :  Optimalisasi Dana Desa, Kemendes Dorong Peningkatan Tenaga Pendamping hingga Kades di Banten

Ketua Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor, Dennis Ahmad menilai penangkapan atas kedua mahasiswa dilakukan secara ugal-ugalan dan tak sesuai prosedur.

“Setelah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap, namun dari seluruh prosesnya terdapat kejanggalan-kejanggalan dan/atau diduga keras dilakukan secara ugal-ugalan, bukan berdasarkan hukum semata,” kata melalui keterangan tertulis, Jumat (18/10/2024).

Menurutnya, kedua mahasiswa tersebut yang ditahan polisi pada saat kericuhan justru melerai antar kelompok mahasiswa yang ricuh. Dennis menyatakan, kedua mahasiswa itu malah dipanggil polisi kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

“Kejanggalan dimaksud diantaranya yaitu: pertama: secara de facto mereka sama sekali tidak melakukan tindakan yang disangkakan oleh pihak Polres Kota Tangerang Selatan, melainkan hanya melerai keributan yang terjadi. Namun secara tiba-tiba, keduanya dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka, dan saat dini hari itu juga keduanya langsung ditangkap dan ditahan, tanpa diberikan surat penangkapan dan surat penahanan, baik kepada tim kuasa hukum yang mendampingi maupun kepada keluarganya: singkat, cepat, namun tidak wajar,” tuturnya.

Baca juga :  Optimalisasi Dana Desa, Kemendes Dorong Peningkatan Tenaga Pendamping hingga Kades di Banten

Dennis melanjutkan, proses hukum oleh Polres Tangsel yang dinilai janggal itu memicu reaksi berbagai organisasi mahasiswa, karena menganggap Polres Kota Tangerang Selatan terlihat tidak profesional.

“Oleh karenanya pada Selasa 15 Oktober 2024 melaksanakan aksi unjuk rasa untuk mengkritik sikap Polres Kota Tangerang Selatan. Namun saat aksi dilaksanakan, lagi-lagi anggota kepolisian menunjukkan sikap arogansinya terhadap mahasiswa, dengan melakukan tindakan represif terhadap aksi mahasiswa hingga beberapa mengalami luka-luka ringan dan satu orang mahasiswa mengalami luka berat: daun telinganya hampir putus yang sesungguhnya tindakan tersebut diduga adalah tindakan pidana penganiayaan berat yang dilakukan oleh oknum Kepolisian Resor Kota Tangerang Selatan,” tuturnya.

Baca juga :  Optimalisasi Dana Desa, Kemendes Dorong Peningkatan Tenaga Pendamping hingga Kades di Banten

Korban yang mengalami luka berat tersebut dibawa ke Rumah Sakit Polri untuk mendapatkan perawatan medis. Dennis mengatakan, pasca kericuhan di Polres Tangsel tersebut, pihak korban dijanjikan seluruh pembiayaannya ditanggung namun dengan syarat tak memperkarakan kasus tersebut.

“Setelah itu pihak korban dijanjikan seluruh biaya perawatan korban akan ditanggung hingga pulih, namun dengan syarat pihak keluarga korban membuat video pernyataan terimakasih serta tidak akan melakukan proses hukum (membuat laporan dan/atau pengaduan) atas kejadian tersebut,” tuturnya.

(zka/red)

KOMENTAR